07/09/2025
like dislike

Tentu kita sama-sama mengerti bahkan sangat familiar dengan istilah “like” dan “dislike“. Dalam media sosial hal ini sebagai cara cepat dan sederhana untuk menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu konten. Mudah sekali bagi kita untuk menyatakan ketertarikan atau bahkan meletakan diri pada suatu hal. Saya ingin berbagi pengalaman sekaligus akan mengeksplorasi bahaya tersembunyi dari “like” dan “dislike” dalam lingkungan kerja.

(Sumber: stock.adobe.com)

Salah satu bahaya terbesar adalah potensi konflik yang terjadi dalam internal suatu organisasi. Saat anggota organisasi memberikan “like” pada ide atau kontribusi seseorang, ada kecenderungan bagi individu yang lain untuk merasa diabaikan atau tidak dihargai. Begitu pula, memberikan “dislike” dapat menciptakan konflik pribadi dan menghambat kerjasama dalam organisasi.

Selain itu, “like” dan “dislike” dapat menciptakan lingkungan di mana orang lebih cenderung untuk mengikuti arus mayoritas tanpa berpikir kritis. Hal ini akan menghambat munculnya ide baru, inovasi, karena bisa jadi orang akan enggan menyuarakan ide yang berbeda karena takut mendapatkan “dislike” dari rekan-rekan mereka.  Tentu ini kondisi ini tidak diharapkan.

Berbagi pengalaman…

Saya berharap suatu saat “dia” membaca tulisan saya ini sebagai koreksi untuk pembelajaran lebih baik ke depan.

Suatu ketika organisasi saya melaksanakan salah satu program unggulannya, yaitu penyerahan semacam dukungan pembinaan untuk pendidikan. Sudah ada kriteria jelas kemana/ untuk siapa ini akan diperuntukan, akan tetapi sangat disayangkan ada beberapa yang menurut pandangan saya “melukai” rasa keadilan. Sebenarnya angkanya tidaklah besar, tetapi dampak psikologi lebih besar dari angkanya.

Memang betul jumlahnya terbatas, justru disinilah letak rasa keadilan itu. Seharusnya pengelola tetap mengedepankan nilai dari program mulai organisasinya, bukan berdasarkan pada…. ya “like-dislike” tadi.

Oke, saya tidak ingin membawa terlalu jauh pada hal teknisnya. Saya ingin mengajak pada hal yang lebih subtantive. Bagi yang membaca ini dan ingin mendengarkan jelasnya, saya membuka diri dengan lapang hati dengan tujuan perbaikan kita bersama.

Kembali ke tulisan

Bahaya lainnya adalah dapat menciptakan perasaan persaingan yang tidak sehat di antara anggota tim. Jika seseorang mendapatkan lebih banyak “like” daripada yang lain, itu dapat menyebabkan perasaan cemburu dan rivalitas yang tidak perlu. Hal ini dapat merugikan kolaborasi tim dan mengarah pada ketidakstabilan hubungan interpersonal.

Untuk mengatasi bahaya tersembunyi ini, saya berpandangan bahwa organisasi perlu menciptakan budaya yang mendorong komunikasi terbuka. Kritik sebaiknya disampaikan secara langsung dan mengarah pada pembahasan ide, bukan pada individu. “Berdasarkan argumen, bukan sentimen” (mengutip salah satu tokoh idola saya).

Pemimpin organisasi juga harus mempromosikan penghargaan terhadap keberagaman pendapat dan menciptakan lingkungan di mana setiap suara dihargai, keadilan dijunjung.

Akhir kata, dengan kita memahami bahaya laten dari “like” dan “dislike” dalam organisasi, kita dapat bekerja menuju lingkungan kerja yang lebih nyaman, tumbuh kembang dengan rasa kesetaraan dengan perlakuan yang sama. Hanya dengan hal ini, organisasi dapat menciptakan tempat kerja yang mendukung pertumbuhan individu dan kesuksesan bersama.