07/08/2025

Beberapa bulan yang lalu saya melihat berita ditelevisi tentang insiden jatuhnya girder beton pada salah satu proyek pemerintah di daerah Sumatera. Terlebih dari insiden tersebut menyebabkan luka serius bahkan ada yang meninggal dunia.

Bagi pandangan orang awam mungkin terdengar biasa karena di lokasi proyek memang padat aktivitas. Aktivitas yang sama-sama bisa kita banyangkan, pengangkutan material, pemotongan besi, pengelasan, pemasangan bekisting dan lainnya.

Tetapi tidak bagi akademisi, insinyur, oraganisasi-oraganisasi keselamatan kerja, bahkan saya sendiri. Ini bukan hanya insiden kecelakaan kerja biasa tapi ini sebuah tragedi. Bukan hanya meninggalkan kesedihan bagi keluarga korban, tapi juga pukulan telak bagi dunia keinsinyuran.

Undang-Undang nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran telah mengatur praktik keinsinyuran di Indonesia. Banyak hal yang harus dipenuhi dalam praktik praktik keinsinyuran, bahkan ancaman denda ratusan juta hingga kurungan penjara menanti jika melaggar undang-undang ini.

Singkatnya diperlukan sertifikasi dari badan atau lembaga yang sudah diakui dan atau terakreditasi bagi siapa saja yang melaksanakan atau mengerjakan sebuah proyek bangunan. Artinya semua perusahaan yang akan melakukan tender harus dapat menunjukan sertifikasi insinyur profesional arsitek atau tim teknisnya.

Bagaimana jika tidak dapat menunjukan sertifikasi insinyur profesionalnya? Jelas dari undang-undang tersebut, maka perusahaan tidak bisa mengikuti lelang tender suatu proyek. Hal ini bertujuan agar supaya proyek dapat dikerjaan dengan profesional, menghitung serta mempertimbangkan semua aspek termasuk keselamatan kerjanya.

Bahkan pada perusahaan plat merah, unsur pemenuhan Keselamatan Kecelakaan Kerja (K3) menjadi filter pertama bagi perusahaan atau profesional ketika akan melakukan kerja sama. Baru kemudian mekanisme pengerjaan, penawaran harga dan seterusnya.

Bagi pelaku proyek yang sudah berjalan lama tetapi belum memiliki sertifikasi insinyur, makan diwajibkan untuk mengambil sertifikasi profesi insinyur. Lalu bagaimana jika tidak pernah belajar pada lembaga resmi, apakah bisa mengambil program ini?

Mari kita mulai…

Idealnya program profesi dapat diambil dengan syarat telah menyelesaikan program Sarjana dahulu (program reguler). Akan tetapi beberapa lembaga yang telah mendapat kepercayaan dari Persatuan Profesi Insinyur Indonesia (PPI), untuk dapat melaksanakan sertifikasi dengan jalur Rekognisi.

Jalur rekognisi adalah program penyelesaian profesi insinyur dengan cara verifikasi praktik keinsinyuran yang telah dilakukan. Pengalaman pada bidang keinsinyuran (pembangunan jembatan, bendungan, gedung, pengarahan, coaching, dan lainnya) akan diverifikasi oleh dosen/ lembaga menjadi sebuah poin yang akan dikumpulkan sampai jumlah tertentu.

  Universitas Lampung (Unila) telah dipercaya untuk mendirikan Program Studi Profesi Insinyur (PS-PPI). Bertempat di Fakultas Teknik, PS-PPI telah meluluskan 450 mahasiswa sejak tahun 2020. Bukan hanya berasal dari Lampung, PS-PPI Unila diminati dari berbagai provinsi (seluruh Sumatera, NTT, NTB, Kalimantan, Sulawesi, dan lainnya).

Bagi Anda yang memiliki praktik keinsinyuran, tetapi belum memiliki sertifikat profesi silahkan dapat bergabung dengan Unila di PPI Fakultas Teknik. Informasi lebih lengkap dapa mengunjungi laman PPI atau dapat klik tautan  ini.

Penutup tulisan ini

Insinyur Profesional, Teknik Jaya Unila Be Strong