
Satu minggu telah berlalu, tepatnya 21 Mei 2025 kami telah ditinggal pergi untuk selamanya. Ibunda saya Enyani binti Dawam telah pulang ke Rahmatullah. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Al-Fatihah untuk beliau.
Sebuah hari yang membayangkannya saja tidak sanggup, namun inilah kenyataan yang kelak akan kita semua alami. Sesungguhanya sesuatu yang berasal dari Allah pasti akan kembali kepadaNya.
Saya membuat tulisan ini bukan untuk berlarut meratapi kesedihan, tapi sebagai pengingat bagi kita semua bahwa keluarga, orang tua, dan saudara adalah hal yang paling berharga dalam hidup.
Tulisan ini sekaligus menjadi cara saya untuk menghormati, mengenang, dan mengabadikan kisah hidup beliau, sebagai sumber inspirasi bagi siapa pun yang membacanya.

Bagi saya, ibu bukan hanya orang yang melahirkan dan membesarkan saya, tapi juga teladan, tempat berlindung, dan sumber kekuatan dalam setiap langkah. Tidak ada sosok yang mampu menggantikan peran seorang ibu.
Ibu saya lahir di sebuah desa sederhana di daerah Belitang pada 30 September 1968. Sejak kecil, beliau sudah menunjukkan ketekunan, semangat, serta kerja keras. Meski hidup dalam keterbatasan, beliau tak pernah menyerah untuk menata hidup lebih baik.
Beliau mengurus rumah, mendidik anak-anak, dan bahkan membantu ayah mencari nafkah dengan berjualan. Ibu adalah sosok yang tak pernah lelah, yang selalu tersenyum meski dalam kondisi sulit sekalipun.
Saya masih ingat betapa hangat pelukannya saat saya sakit, dan betapa tulus doanya setiap saya menghadapi saat-saat yang berat. Betapa Ibu menjadi energi yang terus mengalir deras.
Saya pernah jauh dari Ibu, ratusan kilometer, menahun, merindui seduhan sereh dan jahe yang Ia aduk dengan doa. Merindui pelukan yang sampai pada sanubari, sambil membisikan sesuatu yang juga adalah doa.
Ia adalah rumah, tempat segala resah berpulang, sumber cinta yang jumlahnya tidak terbilang. Yang mengajarkan kelembutan sekaligus kekuatan.
Warisannya bukanlah harta, melainkan sebuah nilai luhur yang ia tanamkan dan cintanya yang tak pernah berhenti. Pesannya masih teringat jelas “sayangi keluargamu karena itu hartamu yang paling berharga, tapi jangan pernah melupakan bapak dan adik-adikmu”
Kini meski fisiknya telah tiada, cintanya akan terus hidup di dalam hati kami, semoga Allah memberikan tempat terbaik di sisiNya. Allahummaaghfir laha wa arhamha wa ‘aafiiha wa’fu ‘anhaa.
Selamat jalan, Ibu. Terima kasih atas segalanya. Namamu akan selalu hidup dalam doa dan kenangan kami selamanya. Terima kasih Istri, dan anak-anakku atas semangat dan dukungannya. I love you so much.